Flip Classroom – Selama ini, siswa mendapatkan informasi dan pengetahuan apabila mengikuti pembelajaran di kelas. Jika tidak hadir, mereka tidak mendapatkannya. Begitulah metode pembelajaran tradisional. Untungnya, ada inovasi metode pembelajaran yang mengakomodasi siswa yang tidak hadir di kelas, yaitu metode pembelajaran Flip Classroom.
Metode pembelajaran ini kembali ramai dibicarakan saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Karena keterbatasan tatap muka, metode ini menjadi solusi agar kegiatan pembelajaran tetap bisa terlaksana. Namun, metode pembelajaran Flip sebenarnya tetap dapat diaplikasikan meski pandemi telah berakhir.
Tapi, apa itu Flip Classroom? Bagaimana langkah-langkah pembelajarannya di kelas? Apa bedanya dengan flip learning dan blended learning?
Apa Yang Dimaksud Dengan Flip Classroom?
Secara bahasa, Flip Classroom adalah metode pembelajaran terbalik.
Metode pembelajaran ini dijelaskan oleh Jonathan Bergmann dan Aaron Sams dalam buku mereka yang berjudul Flip Your Classroom: Reach Every Student in Every Class Everyday. Melalui buku tersebut, dijelaskan bahwa metode ini dilakukan dengan membalik kebiasaan yang biasa digunakan dalam pembelajaran tradisional.
Biasanya di pembelajaran tradisional, siswa akan mendapatkan materi di kelas dan pendalaman materi dalam bentuk tugas individu atau kelompok di rumah. Flip Classroom justru melakukan yang sebaliknya. Siswa mendapatkan materi terlebih dahulu di rumah kemudian pendalaman materinya di kelas.
Metode pembelajaran ini bertujuan agar guru mempunyai efektivitas waktu untuk mengeksplorasi materi lebih dalam. Guru tidak perlu lagi menerangkan materi di kelas yang biasanya memakan waktu yang cukup lama selama kegiatan pembelajaran.
Table of Contents
Metode pembelajaran Flip Classroom pada dasarnya memiliki dua kegiatan belajar, yaitu: (1) kegiatan belajar di rumah secara mandiri sebelum masuk kelas, dan (2) kegiatan belajar di kelas bersama guru dan siswa lainnya.
Namun, dalam praktiknya, kegiatan dalam metode pembelajaran Flip bisa disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di sekolah atau perguruan tinggi. Dalam kasus tertentu, guru bisa menambahkan tiga, empat, atau lebih kegiatan.
Misalnya, mengutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pembelajaran inovatif, kegiatan Flip terbagi menjadi tiga kegiatan, yaitu: (1) before, yakni belajar di rumah sebelum masuk kelas, (2) during, yakni belajar di kelas, dan (3) after, yakni di rumah setelah dari kelas.
Lebih rincinya, tiga tahapan di atas dapat dilakukan dengan tiga kegiatan, yaitu (1) kegiatan belajar di rumah sebelum siswa masuk kelas, (2) kegiatan belajar bersama guru dan sesama siswa di kelas, dan (3) kegiatan tindak lanjut.
Walaupun metode pembelajaran Flip Classroom bisa mendorong siswa belajar secara mandiri, guru tetap harus mengarahkan materi dan tugas apa yang harus dipelajari oleh siswa. Oleh sebab itu, guru harus memberikan tugas yang sederhana sehingga siswa bisa melakukannya secara mandiri.
Misalnya, guru bisa memberikan tugas membaca buku, mendengarkan audio, atau menonton video pembelajaran. Dalam pemberian tugas dan materi, sebaiknya tidak terlalu memberatkan siswa. Contohnya menonton video pembelajaran dengan durasi sekitar 15 menit.
Untuk tugas dan materi atau bahan ajar sangat direkomendasikan merupakan hasil buatan guru sendiri. Karena siswa bisa lebih fokus mempelajarinya.
Bagi guru yang belum memiliki bahan ajar, bisa mengunduh di situs-situs media pembelajaran gratis tetapi tetap berkualitas, seperti belajar.kemdikbud.go.id, tve.kemdikbud.go.id, dan situs pembelajaran lainnya.
Sebagai bukti bahwa siswa belajar secara mandiri, guru sebaiknya mengamanahkan siswa untuk membuat rangkuman dari apa yang telah dipelajarinya. Bebas mau dalam bentuk teks, mind mapping, dan lain-lain. Tugas ini diperlukan agar siswa benar-benar tergerak untuk belajar secara mandiri.
Di kelas, guru bisa menerapkan berbagai metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Guru bisa menggunakan metode presentasi, diskusi, praktik, demonstrasi, galeri, dan metode interaktif lainnya.
Guru mendorong siswa agar berani menyampaikan apa yang telah dipelajari di rumah. Biarkan setiap siswa menyuarakan pemahamannya secara bergantian. Mau salah atau benar, berikan ruang bagi mereka mau bersuara.
Tantangannya ialah guru harus bisa mengontrol diri agar tidak mendominasi kelas dengan metode pembelajaran ceramah. Cukup fokus sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa belajar.
Setelah tahap kegiatan belajar di kelas selesai, guru baru mengambil peran secara penuh di kegiatan tindak lanjut. Guru bisa memberikan saran, motivasi, ataupun apresiasi sesuai apa yang terjadi di kelas. Tentu dengan kata-kata yang membangun semangat belajar.
Guru juga bisa menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan potret kehidupan nyata, baik yang saat ini sedang ramai terjadi, sudah pernah terjadi di masa lalu, atau akan terjadi di masa mendatang. Dengan cara ini, siswa mampu menangkap pesan dari pembelajaran yang dialaminya.
Pada tahap ini, guru bisa memberikan tugas untuk kelas keesokan harinya.
Namun pertanyaannya, apakah metode pembelajaran Flip Classroom ini cukup efektif?
Menurut riset dan penelitian di Amerika dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang telah mengimplementasikan konsep Flip Classroom hasilnya secara kualitas lebih bagus dibandingkan metode pembelajaran tradisional.
Penelitian menunjukkan bahwa ada banyak perubahan yang terjadi pada siswa dan mahasiswa. Mulai dari motivasi belajar mereka yang tinggi, meningkatkan kreativitas dan tanggung jawab, kelas menjadi hidup karena mereka aktif selama pembelajaran, dan nilai akademik juga lebih bagus.
Dari sisi guru, mereka menjadi lebih dekat secara emosional dengan siswa karena mempunyai waktu lebih untuk berinteraksi dengan siswa. Sebab tugas utama guru di sini ialah mengondisikan situasi dan lingkungan agar siswa bisa belajar.
Artinya, inovasi pembelajaran Flip Classroom ini sangat direkomendasikan untuk diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi. Sebab tujuan pembelajaran seperti membuat siswa atau mahasiswa untuk mempunyai critical thinking, mampu berkolaborasi, berkomunikasi, dan berpikir kreatif bisa terpenuhi.
Secara histori dan esensi, inovasi metode pembelajaran Flip Classroom telah berlangsung sejak lama.
Pada tahun 1993, Alison King menerbitkan buku berjudul From Sage on The Stage to Guide on The Side. Di dalam bukunya, Alison menyebutkan betapa penting efektivitas waktu di kelas untuk membentuk dan membangun pemahaman yang utuh kepada siswa daripada hanya mentransfer pengetahuan semata.
Alison memang tidak menyebutkan istilah Flip Classroom di bukunya. Namun dari sudut pandang keefektivitasan waktu di dalam belajar, pendapat Alison sejalan dengan tujuan dari metode ini.
Dua guru bernama Jonathan Bergman dan Aaron Sams yang mengajar kimia di Woodland Park High School di Colorado, Amerika Serikat merekam kegiatan pembelajaran. Tujuannya, agar siswa yang tidak masuk masih bisa belajar melalui video.
Jonathan Bergman dan Aaron Sams di kemudian hari akhirnya menulis buku Flip Your Class. Buku tersebut kemudian menjadi rujukan terkait penerapan metode pembelajaran Flip Classroom.
Pada tahun 2016, perguruan tinggi di Turki, MEF University mengeluarkan The Flipped Approach to Higher Education: Designing Universities for Today’s Knowledge Economies and Societies. Kampus yang berada di Istanbul itu menerapkan metode pembelajaran Flip di kelas secara menyeluruh.
Dari sini bisa dikatakan bahwa secara esensi praktik metode pembelajaran Flip Classroom telah berlangsung sejak lama. Walaupun popularitas metode ini baru mulai marak dan populer di tahun 2000-an.
Langkah Langkah Pembelajaran Flipped Classroom?
Pada tahap penerapan di lapangan, guru bisa mempersiapkan pembelajaran seperti penerapan metode pembelajaran lainnya. Mulai dari mengucapkan salam, memeriksa kehadiran siswa, mengulang materi yang pernah dibahas sebelumnya, dan menyampaikan rencana materi berikutnya.
Setelah tahap persiapan selesai, guru bisa memberikan materi ajar dan tugas dalam bentuk video, audio, atau e-book yang harus dipelajari siswa di rumah.
Guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas agar siswa memperdalam materi melalui metode diskusi, presentasi, bermain peran, melakukan sebuah project atau proses kreatif, membuat mind mapping, dan metode seru lainnya.
Guru bisa memperdalam materi melalui pengetesan pemahaman kepada siswa. Misalnya, dengan memberikan tugas dalam bentuk kuis melalui aplikasi Kahoot.
Saat siswa belajar di kelas, guru bisa menguatkan materi di kelas dengan kuis, diskusi, membuat mind mapping dengan kertas, berdiskusi secara berpasangan, dan mempresentasikan hasil diskusi. Terakhir, siswa membuat project, seperti video, poster, meme, microblog, atau info grafis.
Dengan langkah-langkah di atas, pembelajaran lebih berorientasi kepada siswa. Aktivitas utamanya ada pada siswa. Sedangkan peran guru hanya sebagai fasilitator semata.
Apakah Flipped Learning Dan Flipped Classroom Sama?
Dalam penerapan metode Flip, banyak orang yang terjebak dengan dua istilah yang mirip antara Flip Classroom dengan Flip Learning. Keduanya memang bagaikan dua sisi koin yang berbeda, tapi menjadi satu kesatuan.
Secara sederhana, Flip Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memindahkan proses pembelajaran siswa dari pembelajaran berkelompok di kelas ke pembelajaran individu di lingkungan yang lebih dinamis. Peran guru di sini harus interaktif agar pembelajaran berjalan dengan kreatif.
Untuk bisa menjalankan Flip Learning, menurut para ahli terdapat empat pilar yang harus diperhatikan. Empat pilar ini merupakan singkatan dari akronim kata FLIP.
Pilar pertama ialah fleksibel dalam menyiapkan lingkungan belajar. Di pilar ini terdapat catatan penting, yaitu: (a) ruang dan waktu belajar yang fleksibel sehingga siswa bisa berinteraksi; (b) kontinu dalam mengamati siswa agar bisa melakukan penyesuaian di kelas, (c) menerapkan gaya belajar yang bervariasi untuk siswa yang beragam.
Dalam membentuk budaya belajar, guru harus memperhatikan (a) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri (student learning center); (b) menerapkan scaffolding, tapi juga disertai dengan memberikan feedback kepada siswa.
Guru harus mampu melakukan (a) penerapan konsep pembelajaran sehingga siswa bisa belajar secara mandiri terlebih dahulu; (b) membuat materi pembelajaran yang bisa diakses siswa dalam bentuk video, e-book, atau lainnya, (c) membuat materi sesuai dengan perbedaan karakter siswa.
Artinya, guru harus profesional. Indikator guru disebut profesional ialah (a) selalu ada setiap kali siswa membutuhkan feedback, (b) menilai siswa selama pembelajaran berlangsung, dan (c) melakukan evaluasi sekaligus kolaborasi dengan guru-guru lainnya agar terjadi perubahan yang signifikan.
Jadi, antara Flip Classroom dengan Flip Learning sangat berbeda. Secara sederhana, Flip Classroom adalah metode pembelajaran (learning method), sedangkan Flip Learning adalah pendekatan pembelajaran (learning approach).
Untuk gambaran lebih detail, misalnya sedang belajar tentang Penanganan Sampah di Lingkungan Sekitar. Guru bisa menyiapkan video terkait materi tersebut melalui platform EdPuzzle. Setelah itu dilanjutkan dengan Formative Quiz seperti membuat kuis di Kahoot, membuat mind mapping, berdiskusi, lalu mempresentasikan materi.
Guna memvalidasi pemahaman siswa, guru bisa memberikan project yang beragam, seperti menulis artikel, menjelaskan materi lewat video dengan gaya bahasa sendiri, meme, poster, atau info grafis.
Aktivitas guru yang memfasilitasi bahan ajar melalui video, kuis, dan mendampingi siswa saat berdiskusi dan presentasi sampai pemberian project disebut dengan Flip Learning. Sedangkan Flip Classroom tentang belajar di rumah dan kelas, belajar sendiri dan berkelompok.
Agar Flip Learning dalam penerapannya bisa berjalan maksimal, Uwes menyarankan guru untuk tidak bergantung kepada satu platform pembelajaran tertentu. Syukur-syukur dari pihak sekolah atau kampus telah menyiapkan Learning Management System (LMS) yang memudahkan guru dalam pembelajaran.
Dalam beberapa kondisi, bisa saja guru perlu membuat Flip Learning sendiri. Untuk itu, guru harus mengetahui cara-cara membuat flip learning yang terdiri dari 6 tahapan, yaitu:
Guru melakukan search, find, and curate dalam memilih materi pembelajaran yang sejalan dengan karakteristik siswa. Guru harus mencari, menemukan, dan memilih materi atau konten mana yang dibutuhkan oleh siswa. Materi bisa dalam bentuk video, teks, link, slide, simulasi, dan lain sebagainya.
Guru membuat materi pembelajaran sendiri secara kreatif dengan memanfaatkan authoring tools. Sebut saja seperti audio, slide, podcast, video, talking head, e-book, atau lainnya.
Tentu akan jauh lebih baik apabila pihak sekolah atau kampus menyiapkannya agar guru bisa fokus kepada hal-hal penting lainnya.
Setelah memiliki materi ajar, guru selanjutnya menyampaikan materi kepada siswa melalui Learning Management System (LMS), seperti Google Classroom, Zoom, dan aplikasi lainnya.
Berikan pengarahan kepada siswa agar bisa mengontrol mereka selama pembelajaran.
Menyampaikan materi via tatap maya (online). Guru bisa memanfaatkan teknologi yang mudah dimanfaatkan, seperti Zoom, dan lain sebagainya.
Guru menjadi fasilitator selama sesi tatap muka dengan siswa. Agar pembelajaran efektif, fokus kepada demonstrasi, praktikum, diskusi, presentasi, dan kegiatan penting lainnya.
Bagaimana Pelaksanaan Flip Classroom dalam Blended Learning?
Metode pembelajaran Flip Classroom adalah salah satu dari 12 metode pembelajaran Blended Learning. Metode pembelajaran yang menggabungkan antara pembelajaran secara langsung (sinkron) dengan pembelajaran online (asinkron).
Pembelajaran sinkron biasanya terjadi di dalam kelas (real time) di mana siswa belajar dari guru dan berinteraksi dengan sesama siswa. Siswa juga akan mendapatkan feedback dari guru dan siswa lain secara langsung.
Pembelajaran asinkron adalah bentuk pembelajaran yang bersifat mandiri karena tidak terikat ruang dan waktu. Siswa diberikan materi berupa video, e-book, atau slide presentasi untuk dipelajari di rumah. Siswa bisa memilih jam belajarnya sendiri, tapi tidak bisa mendapatkan feedback secara langsung.
Peran guru ketika tahap memperdalam materi sebagai fasilitator yang bertugas memotivasi, memantau, dan mengevaluasi keaktifan siswa selama proses belajar. Dari sesi pendalaman materi ini guru bisa menyaksikan siapa siswa yang telah mempelajari dan memahami materi dan siapa yang belum.
Apakah Flipped Classroom Termasuk Blended Learning?
Flip Classroom termasuk salah 1 dari 12 metode pembelajaran Blended Learning yang memadukan metode pembelajaran sinkron (tatap muka) dan asinkron (online) sekaligus menggabungkan metode belajar secara bersama dan mandiri di waktu yang berbeda.
Apa Yang Mendasari Terciptanya Flipped Classroom?
Awal mula yang mendasari terciptanya Flip Classroom ialah kebutuhan untuk mengefektifkan waktu belajar. Dengan mempelajari materi di rumah, proses belajar di kelas berpeluang besar jadi lebih hidup, cair, aktif, dan interaktif.
Selain itu, metode ini juga efektif untuk mengakomodasi kelas dalam jumlah banyak. Di kelas yang menampung sekitar 70 siswa, guru akan kesulitan dalam mengontrol siswa. Agar siswa bisa memahami materi, guru bisa menerapkan metode ini.
Demikianlah penjelasan tentang metode pembelajaran Flip Classroom yang bisa diaplikasikan di sekolah dan perguruan tinggi untuk mendorong siswa atau mahasiswa belajar lebih mandiri dan aktif.
Tak sedikit sekolah di Indonesia yang beralih ke sistem digital dalam berbagai aktivitasnya, termasuk untuk…
Bagi siswa yang sedang berencana melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, aplikasi tabungan siswa merupakan…
Membagi buku rapor fisik kini pelan-pelan dapat ditinggalkan berkat adanya aplikasi rapot online. Tak sedikisekolah…
Sektor pendidikan telah mengalami perubahan yang sangat penting, utamanya dalam menyederhanakan berbagai tugas administratif menggunakan…
Tujuan dari setiap platform pendidikan online adalah pembelajaran yang bermutu. Mutu ini harus setara dengan…
Kenapa harus menggunakan nilai ujian sekolah online? Di tengah dunia yang semakin digital, solusi online…