Memiliki latar belakang sebagai bangsawan, keluarganya berasal dari Pakualaman, Yogyakarta. Berkat statusnya sebagai cuci Pangeran Paku Alam III, Ki Hadjar Dewantara dapat menempuh pendidikan tinggi, sesuatu yang sangat mewah di era kolonial. Ia kemudian mengalami pergolakan antara status bangsawannya dan rekan sesama pribumi yang tidak bisa menikmati pendidikan sepertinya.
Seperti apa pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan? Artikel kali ini akan membahas pemikiran Bapak Pendidikan Indonesia yang dirumuskan sebelum Indonesia merdeka. Masih relevankah dengan dunia pendidikan saat ini?
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dapat diartikan sebagai upaya pengembangan budi pekerti (spiritualitas), pikiran (intelektual), dan fisik siswa berdasarkan sifat dan masyarakatnya. Pendidikan harus dibina secara budi pekerti (afektif), budi (kognitif), dan fisik (psikomotor). Ketiganya harus dikembangkan agar selaras dengan sifat masyarakat di tempat siswa tinggal.
Konsep tersebut dirumuskan beliau dalam Pancadarma Perguruan Taman Siswa yang disusun pada tahun 1947. Konsep ini juga dikenal sebagai “Prinsip-prinsip 1922.” Berikut ini kelima prinsipnya:
Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, hakikat kemandirian bukan sekedar kebebasan individu dari aturan dan kekuatan lainnya semata. Melainkan, kemandirian merupakan kemampuan seorang individu untuk mandiri dan tidak bergantung pada bantuan dari orang lain.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, seorang yang tinggi pendidikan dan pengajarannya terletak pada kodrat manusia. Untuk memahami sifatnya, manusia harus memiliki ‘wijsheid’ (kebijaksanaan) atau kebersihan pikiran yang mendasarinya dalam berpikir, memiliki akal yang baik, kekuatan kemauan, dan kesempurnaan kreativitas, perasaan, dan karsa.
Tujuan pendidikan adalah mencapai kesempurnaan hidup sehingga manusia mampu memenuhi kebutuhannya secara jasmani maupun rohani yang diperoleh dari alam dan masyarakat di sekitar tiap individu tersebut.
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa kebudayaan merupakan hasil keluhuran manusia dalam perjuangannya melawan alam dan waktu. Oleh karena itu, peran pendidikan adalah memberikan pengaruh batin kepada masyarakat yang berbudaya agar dapat memelihara, memajukan, dan mengembangkan kebudayaan menuju nilai-nilai budaya secara universal.
Lebih lanjut, Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa kemajuan kebudayaan tidak mungkin terjadi jika dipisahkan dari prinsip “trikon,” yaitu Kontinuitas, Konvergensi, dan Konsentrisitas. Kebudayaan itu seharusnya dikembangkan berdasarkan budaya lokal, bukan dari budaya bangsa lain. Arah pembangunannya terarah, menuju ke konvergensi dunia. Dalam perkembangannya, kebudayaan terus mengalami hal tersebut dan harus tetap memegang karakter di tengah dunia secara global.
Fungsi asas kebangsaan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menyatukan keberagaman budaya menjadi bangsa yang “Tunggal Ika.” Kebangsaan menjadi faktor yang merekatkan masyarakat majemuk untuk bersatu sehingga berbagai masalah yang bersifat primordial (menjunjung tinggi ikatan sosial berupa nilai dan norma yang berlaku) dapat dikesampingkan.
Pendidikan menanamkan rasa nasionalisme pada anak untuk dapat mencintai bangsa, merasakan hal yang sama dengan rekan sebangsanya, dan memperkuat solidaritas dan integritas nasional. Dengan begitu, anak-anak akan tumbuh dengan tidak memiliki pikiran untuk menjadi penjajah.
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa prinsip nasionalisme harus didukung dengan kesatuan bahasa dan dihapuskannya sistem pendidikan kolonial kala itu. Sistem pendidikan kolonial sangat merugikan bagi pribumi karena hanya bisa diikuti oleh para bangsawan pribumi. Bahkan bangsawan yang dianggap “rendahan” pun tidak akan bisa mencapai pendidikan tinggi, setara dengan anak kolonial dan petinggi pribumi.
Prinsip kemanusiaan memberikan gambaran yang jelas dalam mengukur bahwa dasar kebangsaan adalah nilai-nilai universal kemanusiaan. Dalam kehidupan berbangsa, masyarakat hendaknya menyampaikan pesan perdamaian, rasa cinta kasih, kerja sama, dan prinsip keadilan. Kekerasan tidak dapat dibenarkan bagi siapa pun dan dengan alasan apa pun.
Agama berperan sebagai landasan pendidikan untuk mempersatukan nilai-nilai manusia kepada siswa, agar para siswa dapat menyelesaikan masalah dan konflik dengan cara yang bijaksana. Konflik tentu tidak dapat selalu dihindari. Tapi selalu ada cara untuk menyelesaikannya dengan cara yang damai dan bijaksana.
Memahami seperti apa pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan sangat penting, karena ternyata masih relevan jika diaplikasikan saat ini, meskipun konsepnya sudah dirumuskan lebih dari 1 abad yang lalu. Pemikiran Bapak Pendidikan Indonesia yang begitu memikirkan kecerdasan bangsa ternyata tidak aus dimakan zaman. Saat ini, prinsip bapak Pendidikan Indonesia dapat sejalan dengan teknologi yang berkembang di dunia pendidikan. Pijar Sekolah sebagai platform pembelajaran digital misalnya, memiliki misi agar platformnya dapat diakses oleh seluruh siswa di Indonesia, demi pendidikan yang merata. Yuk, cari tahu lebih lanjut di web Pijar Sekolah sekarang juga!
Tak sedikit sekolah di Indonesia yang beralih ke sistem digital dalam berbagai aktivitasnya, termasuk untuk…
Bagi siswa yang sedang berencana melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, aplikasi tabungan siswa merupakan…
Membagi buku rapor fisik kini pelan-pelan dapat ditinggalkan berkat adanya aplikasi rapot online. Tak sedikisekolah…
Sektor pendidikan telah mengalami perubahan yang sangat penting, utamanya dalam menyederhanakan berbagai tugas administratif menggunakan…
Tujuan dari setiap platform pendidikan online adalah pembelajaran yang bermutu. Mutu ini harus setara dengan…
Kenapa harus menggunakan nilai ujian sekolah online? Di tengah dunia yang semakin digital, solusi online…